【留学フェア特集2012】 Mengasah Daya Kreasi di Kota Tua
Biodata
Universitas Swasta
Gatut Lendi Setyawan (20)
Seian University of Arts & Design, Kota Otsu Prefektur Shiga, Program S1 Desain Produk
Pada awalnya saya tidak pernah menyangka dapat sekolah di Jepang, sampai pada akhirnya paman saya yang pernah kuliah dan bekerja di Jepang, menyarankan saya untuk melanjutkan kuliah disana.
Awalnya saya ingin mengambil Jurusan Ekonomi, namun sebagian besar universitas hanya menerima mahasiswa asing yang telah lulus kemampuan Bahasa Jepang Tingkat 2 (N2) di ujian Nouryoku Shiken. Tapi, berbeda dengan Seian University Arts & Design. Universitas khusus seni tersebut menyeleksi masuk mahasiswanya dengan cara yang unik, yaitu melalui wawancara, tes menggambar dan membuat prakarya. Kebetulan saya memang suka membuat prakarya dan senang menciptakan produk baru, sehingga saya putuskan untuk masuk Seian.
Masuk Jurusan Desain ternyata memiliki keuntungan tersendiri, karena lebih banyak praktek dibandingkan membaca atau menulis, yang berarti saya tidak diberatkan dengan bahasa Jepang yang rumit dalam ujian. Karena saya masih di tahun pertama, saya mempelajari desain secara keseluruhan, tidak hanya desain produk, tapi juga teknik arsitektur dan ilustrasi.
Sebagian tugas yang diberikan pun berupa tugas praktek, yang secara tidak langsung melatih diri saya lebih fasih berbicara dalam bahasa Jepang dan melatih kemampuan dalam berkreasi, bahkan pada semester sebelumnya saya mendesain pakaian.
Satu hal yang tidak terlupakan, saat saya presentasi pertama kali di depan kelas. Saat itu karena saya tidak mengerti bagaimana presentasi yang baik dalam bahasa Jepang, sehingga malah membuat seisi kelas tertawa, alih-alih minder saya malah meneruskan presentasi saya tanpa acuh dan merasa lebih berani.
Rencananya, setelah lulus dari Seian, saya ingin mengasah kemampuan dalam menciptakan desain atau karya baru dengan bekerja di Jepang selama beberapa tahun, lalu kemudian pulang ke Indonesia dan mene- rapkan pengalaman yang saya peroleh di Jepang.
Saya juga tidak merasa kesulitan untuk berinteraksi dengan mahasiswa Jepang lainnya karena sebelumnya saya pernah belajar di sekolah bahasa Jepang di Kyoto selama 1,5 tahun, sehingga memiliki bekal bahasa Jepang yang cukup.
Meskipun saat ini saya kuliah dengan biaya sendiri, tanpa beasiswa, namun saya berniat untuk memperoleh beasiswa di tahun selanjutnya, dengan mempertahankan nilai-nilai kuliah.
Sebagian besar mahasiswa muslim mungkin menganggap, makanan halal sangat sulit ditemukan di Jepang, namun saya sendiri tidak merasakan kesulitan tersebut, karena di Kyoto tempat saya tinggal terda-pat Islamic Center di Kawasan Kamigyoku.
Di Islamic Center ini, saya mendapatkan banyak informasi seputar makanan halal atau kegiatan warga muslim di Jepang. Tidak hanya itu, makanan halal pun mudah diperoleh dari internet.
Saya juga masuk ke dalam anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Kyoto, sehingga tetap berhubungan dengan warga Indonesia lainnya dan tetap mengetahui perkembangan terbaru mengenai Indonesia.
Saya berharap akan lebih banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Jepang, khususnya Kyoto, karena lingkungan belajar yang sangat kondusif, dan tentunya melatih diri untuk menjadi lebih mandiri.